KISAH PEMABUK YANG BERTAUBAT BERKAT KERAMAT
“Dakwah Haliyah Al-Habib Husein Al-Haddad Bangil”
Riwayat hidup al-Habib Husein al-Haddad masih diperbincangkan. Kediaman
beliau berada di Bangil, Jawa Timur. Tubuhnya besar, kekar dan kuat.
Setiap orang yang ingin berjabatan tangan, tak pernah ada yang bisa
mencium tangannya. Merupakan rizki besar manakala seseorang mampu
mencium tangan al-Habib Husein al-Haddad. Kalau seseorang dipegang oleh beliau, bisa-bisa orang itu remuk dibuatnya karena saking kuatnya.
Keramat al-Habib Husein al-Haddad terkenal luas di masyarakat umum.
Semua orang menghendaki pergi berziarah kunjung kepada beliau. Rumahnya
selalu terbuka bagi para tamu. Kalau sudah waktunya makan, tak tahu dari
mana beliau mendapatkan makanan bagi para tamunya. Selalu saja ada
makanan berbagai macam menu di tempat beliau. Padahal beliau hidup
sebagai orang yang sangat sederhana.
Suatu waktu, datanglah dua
orang Arab bersaudara kakak beradik kepada al-Habib Husein al-Haddad.
Sang kakak adalah orang yang shaleh, sedangkan sang adik kebiasaannya
siang dan malam adalah mabuk-mabukan. Tiada henti sang adik melakukan
perbuatan buruknya itu. Sampai sang kakak malu mendengarkan perbincangan
masyarakat terhadap perbuatan buruk adiknya itu. “Kakaknya seorang yang
alim dan shaleh, tapi adiknya seorang pemabuk. Sang kakak tak mampu
membimbing adiknya sendiri.” Begitulah perbincangan umum warga di
lingkungan sekitarnya terhadap keadaan dua orang bersaudara yang berbeda
keadaaan itu.
Terpaksa sang adik dibawanya ke hadapan al-Habib
Husein al-Haddad. Rupanya berkat keramatnya al-Habib Husein al-Haddad,
si pemuda pemabuk tersebut menjadi orang yang shaleh, mau bertaubat
kepada Allah Swt.
Sesampai di Bangil, mereka berdua turun dari
stasiun. Untuk menuju ke kediaman al-Habib Husein, mereka memerlukan
kendaraan yang lain dengan menaiki dokar. Di situ ada seoang kusir dokar
dengan blangkon di kepalanya ditanya oleh orang Arab itu: “Pak supir,
tahukah engkau rumahnya al-Habib Husein al-Haddad?”
Dijawab:
“Tahu,” yang kemudian mempersilakan dua orang kakak beradik itu menaiki
dokarnya. Di atas dokar itu sang kakak berwasiat kepada sang adik:
“Al-Habib Husein al-Haddad itu adalah seorang waliyullah besar. Nanti
kalau kamu sudah bertemu dengannya, duduklah yang sopan santun dan
jangan berbuat sembrono di hadapannya.”
Sang adik menjawabnya dengan nada ketus: “Heh, Habib Husein aja perlu dihormati. Biasa saja lah ndak perlu sebegitunya!”
Sang kusir pun menghentikan dokarnya dan berkata: “Ini dia rumahnya
al-Habib Husein.” Akhirnya mereka turun dan diikuti oleh sang kusir
dokar. Dimasukkanlah dokar itu di kandang rumah sang kusir. Tak lama dua
tamu itu duduk di depan rumah al-Habib Husein, keluarlah al-Habib
Husein al-Haddad dari dalam rumahnya dengan mengenakan pakaian gamis dan
jubah serta kopyah serba putih.
Lalu sang tamu mengucapkan
salamnya dan dijawab salam itu oleh al-Habib Husein. Dalam hati sang
adik, ia bergumam: “Kok orang ini modelnya seperti tukang kusir dokar
yang tadi?” Rupanya memang beliaulah yang tadi menjadi kusir dokar itu.
Belum juga para tamu diajak berbicara, al-Habib Husein al-Haddad masuk
lagi ke dalam rumah dan keluar sambil membawa dua botol minuman keras.
“Ini minumlah dan habiskan sekarang juga!”
Dijawab oleh sang tamu: “La ilaha illallah. Tidak ya Habib, saya tidak akan mau menimunya!”
Lalu dipukullah tamu tersebut oleh sang habib dengan pukulan yang
keras. Sampai sang kakak merasa khawatir adiknya akan mati karena begitu
dahsyatnya dipukuli al-Habib Husein, bagai ayam yang sedang disembelih.
Hingga akhirnya sang adik pun pingsan.
Setelah sadar dari
pingsannya, lalu al-Habib Husein al-Haddad masuk ke dalam kamarnya. Sang
adik yang sudah sadar berkata kepada kakaknya: “Wali model apa begitu!?
Dia itu hanya kusir dokar, dia sudah berani memukul saya. Dia malah
menyuruh saya minum minuman keras. Ayo kita pulang saja, kamu salah
besar telah membawa saya kepada orang seperti ini!”
Sampailah
mereka berdua di suatu restoran dan masuklah mereka ke dalamnya. Sang
adik berkata: “Ayo kita makan di restoran ini, saya akan mabuk-mabukan
di Kota Bangil ini. Saya ingin membalas perbuatan Habib Husein tadi!”
Lalu dituangkannya bir itu ke dalamnya gelasnya. Belum saja diminum,
dilihatnya ada tangan separo al-Habib Husein al-Haddad datang
menempelengnya dan mencekiknya hingga ia berteriak-teriak meminta ampun
di dalam restoran itu. “Ampun… ampun… ampun… ya Habib. Saya tidak akan
minum minuman keras lagi. Saya benar-benar akan bertaubat dengan
taubatan nashuha.”
Lalu hilanglah tangan itu, dan sang kakak
bertanya: “Apa yang terjadi padamu? Saya lihat tadi kamu
berteriak-teriak meminta ampun.”
Sang adik menjawab: “Saat saya
hendak meminum bir, muncul tangan separo al-Habib Husein menempeleng
dan mencekik saya. Saya amat ketakutan dibuatnya dan saya minta ampun
serta berjanji akan bertaubat dari minum-minuman keras!” Sehingga
jadilah ia sang adik, seseorang yang sangat shaleh dan alim melebihi
kakaknya itu.
Dalam dakwahnya, al-Habib Husein al-Haddad tak
pernah sekalipun berpidato di depan orang banyak. Tapi ia tunjukkan
dalam akhlak mulianya, haliyahnya selalu menunjukkan amal-amal shaleh di
setiap orang yang ditemuinya.
Dalam berdakwah menyeru ke jalan
Allah tidak melulu lewat penyampaian lisan, tetapi bisa juga lewat budi
pekerti, gerak-gerik, cara jalan, cara duduk, cara bercakap dlsb. Kalau
orang lain merasa tentram melihat tingkah perbuatan kita, berarti kita
telah berdakwah menyeru orang lain ke jalan Allah Swt. dan RasulNya Saw.
(Dipetik dari ceramahnya al-Maghfurlah al-Habib Saggaf bin Mahdi bin Syaikh Abubakar bin Salim Parung Bogor).
Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 28 Oktober 2013
kunjungi juga kumpulan foto ulama dan habaib
Senin, 28 Oktober 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar