Bidadari itu Dibawa Jibril
Oleh: A. Mustofa Bisri
Oleh: A. Mustofa Bisri
Sebelum jilbab populer seperti
sekarang ini, Hindun sudah selalu memakai busana muslimah itu. Dia memang
seorang muslimah taat dari keluarga taat. Meski mulai SD tidak belajar agama di
madrasah, ketaatannya terhadap agama, seperti salat pada waktunya, puasa
Senin-Kamis, salat Dhuha, dsb, tidak kalah dengan mereka yang dari kecil
belajar agama. Apalagi setelah di perguruan tinggi. Ketika di perguruan tinggi
dia justru seperti mendapat kesempatan lebih aktif lagi dalam kegiatan-kegiatan
keagamaan.
Dalam soal syariat agama,
seperti banyak kaum muslimin kota yang sedang semangat-semangatnya berislamria,
sikapnya tegas. Misalnya bila dia melihat sesuatu yang menurut pemahamannya
mungkar, dia tidak segan-segan menegur terang-terangan. Bila dia melihat kawan
perempuannya yang muslimah--dia biasa memanggilnya ukhti--jilbabnya kurang
rapat, misalnya, langsung dia akan menyemprotnya dengan lugas.
Dia pernah menegur dosennya yang
dilihatnya sedang minum dengan memegang gelas tangan kiri, "Bapak kan
muslim, mestinya bapak tahu soal tayammun;" katanya, "Nabi kita
menganjurkan agar untuk melakukan sesuatu yang baik, menggunakan tangan
kanan!" Dosen yang lain ditegur terang-terangan karena merokok. "Merokok
itu salah satu senjata setan untuk menyengsarakan anak Adam di dunia dan
akherat. Sebagai dosen, Bapak tidak pantas mencontohkan hal buruk seperti
itu." Dia juga pernah menegur terang-terangan dosennya yang memelihara
anjing. "Bapak tahu enggak? Bapak kan muslim?! Anjing itu najis dan
malaikat tidak mau datang ke rumah orang yang ada anjingnya!"
Di samping ketaatan dan
kelugasannya, apabila bicara tentang Islam, Hindun selalu bersemangat. Apalagi
bila sudah bicara soal kemungkaran dan kemaksiatan yang merajalela di Tanah Air
yang menurutnya banyak dilakukan oleh orang-orang Islam, wah, dia akan
berkobar-kobar bagaikan banteng luka. Apalagi bila melihat atau mendengar ada
orang Islam melakukan perbuatan yang menurutnya tidak rasional, langsung dia
mengecapnya sebagai klenik atau bahkan syirik yang harus diberantas. Dia pernah
ikut mengoordinasi berbagai demonstrasi, seperti menuntut ditutupnya
tempat-tempat yang disebutnya sebagai tempat-tempat maksiat; demonstrasi
menentang sekolah yang melarang muridnya berjilbab; hingga demonstrasi menuntut
diberlakukannya syariat Islam secara murni. Mungkin karena itulah, dia dijuluki
kawan-kawannya si bidadari tangan besi. Dia tidak marah, tetapi juga tidak
kelihatan senang dijuluki begitu. Yang penting menurutnya, orang Islam yang
baik harus selalu menegakkan amar makruf nahi mungkar di mana pun berada. Harus
membenci kaum yang ingkar dan menyeleweng dari rel agama.
Bagi Hindun, amar makruf nahi
mungkar bukan saja merupakan bagian dari keimanan dan ketakwaan, tetapi juga
bagian dari jihad fi sabilillah. Karena itu dia biarkan saja kawan-kawannya
menjulukinya bidadari tangan besi.Ketika beberapa lama kemudian dia menjadi
istri kawanku, Mas Danu, ketaatannya kian bertambah, tetapi kelugasan dan
kebiasaannya menegur terang-terangan agak berkurang. Mungkin ini disebabkan
karena Mas Danu orangnya juga taat, namun sabar dan lemah lembut. Mungkin dia
sering melihat bagaimana Mas Danu, dengan kesabaran dan kelembutannya, justru
lebih sering berhasil dalam melakukan amar makruf nahi mungkar. Banyak kawan
mereka yang tadinya mursal, justru menjadi insaf dan baik oleh suaminya yang
lembut itu. Bukan oleh dia.*
Sudah lama aku tidak mendengar
kabar mereka, kabar Mas Danu dan Hindun. Dulu sering aku menerima telepon
mereka. Sekadar silaturahmi. Saling bertanya kabar. Tetapi, kemudian sudah lama
mereka tidak menelepon. Aku sendiri pernah juga beberapa kali menelepon ke
rumah mereka, tapi selalu kalau tidak terdengar nada sibuk, ya, tidak ada yang
mengangkat. Karena itu, ketika Mas Danu tiba-tiba menelepon, aku seperti
mendapat kejutan yang menggembirakan.
Lama sekali kami
berbincang-bincang di telepon, melepas kerinduan.Setelah saling tanya kabar
masing-masing, Mas Danu bilang, "Mas, Sampeyan sudah dengar belum? Hindun
sekarang punya syeikh baru lo?
"Syeikh baru?" tanyaku.
Mas Danu memang suka berkelakar."Ya, syeikh baru. Tahu, siapa? Sampeyan
pasti enggak percaya.
"Siapa, mas?" tanyaku
benar-benar ingin tahu."Jibril, mas. Malaikat
Jibril!""Jibril?" aku tak bisa menahan tertawaku.
Kadang-kadang sahabatku ini memang
sulit dibedakan apakah sedang bercanda atau tidak."Jangan ketawa! Ini
serius!
"Wah. Katanya, bagaimana
rupanya?" aku masih kurang percaya."Dia tidak cerita rupanya, tetapi
katanya, Jibril itu humoris seperti Sampeyan.
"Saya ngakak. Tetapi, di
seberang sana, Mas Danu kelihatannya benar-benar serius, jadi kutahan-tahan
juga tawaku. "Bagaimana ceritanya, mas?
"Ya, mula-mula dia ikut grup
pengajian. Kan di tempat kami sekarang lagi musim grup-grup pengajian. Ada
pengajian eksekutif; pengajian seniman; pengajian pensiunan; dan entah apa
lagi. Nah, lama-lama gurunya itu didatangi malaikat Jibril dan sekarang
malaikat Jibril itulah yang langsung mengajarkan ajaran-ajaran dari langit.
Sedangkan gurunya itu hanya dipinjam mulutnya.
"Bagaimana mereka tahu bahwa
yang datang itu malaikat Jibril?""Lo, malaikat Jibrilnya sendiri yang
mengatakan. Kepada jemaahnya, gurunya itu, maksud saya malaikat Jibril itu,
menunjukkan bukti berupa fenomena-fenomena alam yang ajaib yang tidak mungkin
bisa dilakukan oleh manusia.
"Ya, tetapi jin dan setan kan
bisa melakukan hal seperti itu, mas!" selaku, "Kan ada cerita, dahulu
Syeikh Abdul Qadir Jailani, sufi yang termasyhur itu, pernah digoda iblis yang
menyamar sebagai Tuhan berbentuk cahaya yang terang benderang. Konon,
sebelumnya, Iblis sudah berhasil menjerumuskan 40 sufi dengan cara itu. Tetapi,
karena keimanannya yang tebal, Syeikh Abdul Qadir bisa mengenalinya dan segera
mengusirnya.
"Tak tahulah, mas. Yang jelas
jemaahnya banyak orang pintarnya lo."Wah."Ketika percakapan akhirnya
disudahi dengan janji dari Mas Danu dia akan terus menelepon bila sempat, aku
masih tertegun.
Aku membayangkan sang bidadari
bertangan besi yang begitu tegar ingin memurnikan agama itu kini
"hanya" menjadi pengikut sebuah aliran yang menurut banyak orang
tidak rasional dan bahkan berbau klenik. Allah Mahakuasa! Dialah yang kuasa
menggerakkan hati dan pikiran orang.
Beberapa minggu kemudian aku
mendapat telepon lagi dari sahabatku Mas Danu. Kali ini, dia bercerita tentang
istrinya dengan nada seperti khawatir.
"Wah, mas; Hindun baru saja
membakar diri. "Apa, mas?" aku terkejut setengah mati, "membakar
diri bagaimana?
"Gurunya yang mengaku titisan
Jibril itu mengajak jemaahnya untuk membersihkan diri dari kekotoran-kekotoran
dosa. Mereka menyiram diri mereka dengan spritus kemudian membakarnya.
"Hei," aku ternganga.
Dalam hati aku khawatir juga, soalnya aku pernah mendengar di luar negeri
pernah terjadi jemaah yang diajak guru mereka bunuh diri.
"Yang lucu, mas," suara
Mas Danu terdengar lagi melanjutkan, "gurunya itu yang paling banyak
terbakar bagian-bagian tubuhnya. Berarti kan dia yang paling banyak dosanya ya,
mas?!
"Aku mengangguk, lupa bahwa
kami sedang bicara via telepon."Doakan sajalah mas!" kata sahabatku
di seberang menutup pembicaraan.
Beberapa hari kemudian Mas Danu
menelepon lagi, menceritakan bahwa istrinya kini jarang pulang. Katanya ada
tugas dari Syeikh Jibril yang mengharuskan jemaahnya berkumpul di suatu tempat.
Tugas berat, tetapi suci. Memperbaiki dunia yang sudah rusak ini.
"Pernah pulang sebentar,
mas" kata Mas Danu di telepon, "dan Sampeyan tahu apa yang dibawanya?
Dia pulang sambil memeluk anjing. Entah dapat dari mana?"***Setelah itu,
Mas Danu tidak pernah menelepon lagi. Aku mencoba menghubunginya juga tidak
pernah berhasil. Baru hari ini. Tak ada hujan tak ada angin, aku menerima pesan
di HP-ku, SMS, isinya singkat: "Mas, Hindun sekarang sudah keluar dari
Islam. Dia sudah tak berjilbab, tak salat, tak puasa. (Danu).
"Aku tidak
bisa membayangkan bagaimana perasaan Mas Danu saat menulis SMS itu. Aku sendiri
yang menerima pesan itu, tidak bisa menggambarkan perasaanku sendiri. Hanya
dari mulutku meluncur saja ucapan masya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar